Guyuran
hujan menyambut kedatangan kami sore itu di Kota Bojonegoro, hijaunya
persawahan seperti tertutup dengan derasnya hujan yang membasahi pematang
sawah. Hari ini adalah hari pertama kami di Kota Bojonegoro setelah pagi
harinya kami berkunjung ke Kota Tuban. Semangat kami untuk segera
mengeksplor objek wisata Kota Bojonegoro sangat menggebu-gebu , ditambah kami
berada di Bojonegoro hanya untuk 1 hari saja.
Setelah menempuh
perjalanan sekitar kurang lebih 2 jam dari Kota Tuban dan sempat bertanya
kepada warga sekitar, akhirnya kami menemukan juga objek wisata yang siap kami
kunjungi di Bojonegoro. Objek wisata tersebut adalah Kayangan Api yang
terletak di Desa Sendang Harjo Kecamatan Ngasem yang berada di
tengah-tengah hutan jati dan terletak sekitar 15 kilometer selatan Kabupaten
Bojonegoro Jawa Timur. Kayangan Api merupakan salah satu tempat wisata
yang ada di Bojonegoro. Selain mengeluarkan api abadi yang terbesar se-Asia
Tenggara, tempat wisata ini juga mengeluarkan semburan api bercampur air yang
sering disebut masyarakat sebagai 'air blukuthuk'.
Udara dingin
yang awalnya menghinggapi kami sepanjang perjalanan menuju Kayangan Api
seketika hilang saat melihat hamparan api yang terhampar di hadapan kami. Sulit
untuk aku gambarkan dengan kata-kata yang pastinya sangat indah walaupun sore
itu turun hujan dan agak berkabut. Mengunjungi obyek wisata kayangan api pada
sore hari, memang memiliki nuansa tersendiri. Para pengunjung, bisa menikmati
keindahan dan keelokan jilatan lidah api yang membiru dan memerah.
Menurut
cerita dari salah seorang Juru Sejarah Kayangan Api, pengunjungnya terbanyak
pada hari Minggu atau hari libur. Diperkirakan, pada liburan atau Minggu
pengunjung bisa mencapai 300-400 wisdom yang datang dari Madiun, Nganjuk,
Yogyakarta, Ngawi, selain lokal Bojonegoro dan sekitarnya. Namun pada
setiap malam Jumat Pahing pengunjungnya juga tidak kalah banyaknya, mereka
semalaman begadang di obyek wisata setempat dengan keperluan "ngalap"
berkah. Sebagian di antaranya ada yang menggelar selamatan tumpeng di
lingkungan setempat. “Kepentingannya macam-macam” kata juru sejarah
Kayangan Api yang kami lupa menanyakan namanya.
Masih
menurut juru sejarah Kayangan Api, kepercayaan warga selama ini, Jumat
pahing merupakan hari Mpu Kriyo Kusuma atau Mpu Supo yang hidup di era Kerajaan
Majapahit menempati atau memanfaatkan api abadi tersebut, untuk berbagai macam
keperluan. Di antaranya, membuat berbagai macam senjata, termasuk keris
sekaligus melakukan tapa brata. Tidak jauh dari api yang pernah dimanfaatkan
untuk pengambilan api PON pada tahun 2000 itu, ditemukan tumpukan batu bata yang
diperkirakan dibuat pada jaman Majapahit.
No comments
Post a Comment